Jumat, 14 Juli 2017

 Senapan SPR-2 Buatan Indonesia Yang Dapat Mampu Menembus Tank
Pada 1770-an, istilah sniper atau penembak runduk marak di kalangan prajurit kolonial Inggris di India. Barang siapa mahir memburu burung snipe yang konon sulit ditembak, ia berhak mendapat julukan sniper. Seiring berlalunya waktu, sniper mengalami pergeseran arti. Yakni, prajurit infanteri yang secara khusus terlatih untuk mempunyai kemampuan membunuh musuh secara tersembunyi dari jarak jauh dengan menggunakan senapan.
Indonesia baru kehilangan sniper legendaris dunia, Tatang Koswara, yang meninggal dunia pada 3 Maret 2015. Namun, bangsa kita menghasilkan prestasi lain, yaitu senapan penembak runduk (SPR) yang diproduksi PT Pindad: SPR 2. SPR ini bukan sembarang senjata. Pelurunya bisa menembus tank baja. Bahkan, ada peledak di balik munisi tersebut yang bisa menghancurkan kendaraan tempur dalam sekejap. Lebih hebat lagi, SPR 2 juga memiliki jangkauan tembak hingga 2 kilometer. Kemunculannya menggemparkan dunia sniper.

“Saat ini kita mempunyai senjata SS-1 dan beberapa varian. Kita juga punya SPR-2 yang baru di-launching dan langsung dibeli oleh Kopassus,” kata Direktur PT Pindad Silmy Karim. Mantan Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) itu menambahkan, senjata-senjata yang merupakan produk unggulan Pindad, kualitasnya sudah teruji. Siap digunakan di medan tempur. “Bahkan malah lebih unggul daripada produk impor,” ujarnya.


Senapan SPR-2 yang pelurunya mampu menembus tank (liputan6.com)
Secara rinci, SPR 2 berkaliber 12,7 mm x 99 mm, panjang senapan 1.755 mm, berat keseluruhan 19,5 kg, panjang barel 1.055 mm, kapasitas peluru antara 5-10 butir. Rifling atau alur spiral berulir pada bagian dalam laras senjata api ini yakni 8 grooves, RH 381 mm (15”) twist. Kecepatan rata-rata lesatan peluru 900 meter per detik dan jangkauan 2 km.
Menurut Silmy, keistimewaan SPR 2 ini dibanding senapan dari negara adalah terletak pada jangkauan, ketepatan, dan silencer atau peredam suara hentakan dari tembakan. Silencer yang dipasang bisa menurunkan hentakan suara tembakan sekitar 20-30 desibel. Senjata ini juga dilengkapi perangkat night vision dan teleskop dengan pembesaran ukuran 5-25 kali.

“Senjata kita ini ada peredam dari recoil-nya (hentakan), sehingga cukup menyebabkan kesulitan bagi produsen lain dalam mendesain produk yang digunakan oleh sniper. Di samping itu, senjata sniper ini relatif sangat khusus. Dalam arti tidak massal di mana tingkat ketelitiannya harus maksimal,” ungkapnya. Direktur Pindad itu mengakui, sebenarnya manfaat ekonomis pembuatan SPR 2 tidak terlalu besar. Tapi ia menekankan, keberhasilan pembuatan senapan runduk tersebut membuktikan bahwa Indonesia mampu menciptakan produk yang inovatif dan mutakhir.


Seorang pengunjung melihat senjata laras panjang buatan Pindad di Indo Defence 2014 (liputan6.com)
Teknisi Pindad Diding Sumardi menunjukkan wujud senapan SPR 2, aksesoris, dan berbagai pelurunya. Ada tiga jenis peluru yang bisa digunakan, yakni MU3 M yang dipakai untuk latihan menembak, MU 3 SAM yang bisa menembus kendaraan, dan MU 3 BLAM yang tidak hanya menembus kendaraan tapi juga bisa meledakkan target.
Berkat kemampuannya yang luar biasa, Sniper SPR 2 mendapat pengakuan dari dunia internasional. Terbukti, senapan jitu ini masuk rekomendasi di situs alat utama sistem senjata (alutsista) Weaponsystems.net, bersanding dengan senjata canggih lainnya dari penjuru dunia, seperti senapan runduk Zastava M93 Black Arrow buatan Serbia.
Bahkan, tentara Singapura pernah melontarkan pujian untuk SPR 2. “Good!”, ujar seorang penembak kontingen Angkatan Darat Singapura, sambil terus memandangi dan melihat detail fitur senapan runduk anti material versi SPR-2, yang dipajang di stand PT Pindad di sela-sela kejuaraan tembak ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) ke-21, di Depok, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Tak hanya itu, dengan adanya SPR 2 ini, Indonesia bersanding dengan tiga negara lainnya yang mampu membuat senapan runduk serupa, yakni Amerika Serikat (AS) dan dua negara di Eropa.
Dunia militer Indonesia naik tingkat dari sebelumnya. Meski begitu, PT Pindah belum menjualnya kepada negara lain. Sejauh ini, baru Komando Pasukan Khusus (Koppasus) TNI AD yang sudah mengoperasikannya. Mengenai harga per unitnya, SPR 2 ini dibanderol sekitar Rp 200 juta per pucuknya.
Sepak terjang PT Pindad tak hanya berhenti di sini. Direktur PT Pindad Silmy Karim menargetkan perusahaannya akan menjadi produsen senjata besar dunia pada tahun 2023 mendatang. Ia berharap target itu bisa tercapai lebih cepat. “Kalau bisa tidak sampai 2023, saya menargetkan untuk tahun depan sudah kelihatan full range (berbagai jenis senjata) produk pindad. Dan ini boleh dibilang kalau kita mandiri, kita memang sudah mandiri kok,” ujar Silmy.

Sejauh ini, langkah PT Pindad untuk go international sudah dekat dengan banjir pesanan dari luar negeri, termasuk dari Thailand, Filipina, Timor-Timur, Singapura, dan Malaysia. Menurut Silmy, penjualan terbesar di PT Pindad adalah amunisi atau peluru. PT Pindah hingga kini telah menghasilkan hampir seluruh range ukuran kaliber. “Sekarang kita mendalami amunisi berkaliber besar 105, 90, 76, 155, 30, 40. Untuk medium sedang, tahun ini kita rencananya untuk amunisi medium sedang dan medium besar,” kata Silmy.
Meski demikian, upaya keras PT Pindad untuk menjadi produsen senjata internasional tak lepas dari hambatan. Menurut Silmy, PT Pindad yang berada di bawah naungan Kementerian BUMN sulit untuk berkembang lantaran keputusan dan kebijakan harus diputuskan melalui sejumlah proses yang disepakati bersama. “Daripada harus menunggu, lebih baik saya bikin kebijakan sendiri. Kalau sudah jadi saya baru melapor, tolong produk ini didukung untuk dibeli.”
Kendala lain terjadi ketika yang melakukan riset adalah pihak lain, bukan Pindad. Silmy lebih memilih untuk melakukan riset secara mandiri dan bekerja sama dengan mitra asing. “Bukannya saya inginnya cepat-cepat, tapi karena kita sudah tidak ada waktu lagi untuk berhenti berlari. Itu yang saya bilang ke teman-teman agar melakukan aktivitas yang lebih baik,” tandas Silmy

Kamis, 13 Juli 2017

 OPINI HARAPAN MENJADI BANGSA YANG BESAR
INDONESIA sejahtera ialah gagasan sekaligus cita-cita. Sebagai sebuah gagasan, ia semestinya bukan cuma didengungkan, melainkan juga harus diwujudkan. Sebagai sebentuk cita-cita, ia seharusnya bukan sekadar digantung setinggi langit, melainkan harus dibumikan.

Menjadi tugas pemimpin untuk memimpin segenap kekuatan rakyat dalam mewujudkan gagasan dan mencapai cita-cita Indonesia sejahtera tersebut. Rakyat telah mengamanatkannya kepada para pemimpin melalui pemilihan umum.

Itu artinya rakyat percaya pemimpin yang mereka pilih dalam pemilu akan menuntun mereka menyusuri jalan kesejahteraan demi kedaulatan bangsa. Harapan rakyat kepada para pemimpin begitu melambung tak terbendung.

Dimulai hari ini, 20 Oktober 2014, hingga lima tahun mendatang rakyat memercayakan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memimpin bangsa ini melangkah menapaki kehidupan dan peradaban yang lebih baik.

Langkah itu haruslah langkah besar, serempak, cepat, dan tepat karena bangsa ini tertinggal terlampau jauh jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dulu maju. Hanya dengan langkah seperti itu, kita kelak bisa menegakkan kepala di hadapan bangsa-bangsa lain.

Modal sosial yang dimiliki Jokowi-JK untuk menjalankan tugas itu bukan cuma besar, melainkan juga hebat.

Sebagian besar rakyat memilih mereka pada pilpres 9 Juli 2014. Dukungan rakyat berlanjut hingga hari ini ketika Jokowi dilantik sebagai Presiden Ketujuh Republik Indonesia melalui prosesi syukuran rakyat.

Apakah rakyat akan senantiasa menyokong Jokowi-JK hingga lima tahun mendatang, itu sangat bergantung pada performa pemerintah. Rakyat teguh mendukung Jokowi-JK jika keduanya sungguh-sungguh konsisten melaksanakan berbagai janji mereka untuk menyejahterakan rakyat.

Modal moral yang digenggam Jokowi-JK tak kalah hebatnya. Tokoh bangsa sangat menyokong Jokowi-JK. Kemarin, para tokoh dan umat lintas agama mendoakan keduanya sukses mengantar bangsa ini memasuki gerbang kesejahteraan.

Akankah pemuka dan umat beragama terus mendukung secara moral, itu juga sangat bergantung pada performa moral dan etika pemerintahan. Bila pemerintah sanggup menjaga moral, tidak melakukan perbuatan tercela, serta menjauhkan diri dari perilaku korup, tokoh bangsa, tokoh agama, dan umat beragama konsisten mendukung mereka secara total.

Modal politik mulai mengalir menopang pemerintahan Jokowi-JK. Sebelumnya, dinamika politik Tanah Air amat mendebarkan sekaligus menggusarkan. Penguasaan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat oleh koalisi oposisi dikhawatirkan bakal menggo yahkan pemerintahan.

Namun, melalui serangkaian pertemuan dan pembicaraan, kebekuan politik mencair. MPR, DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah menjamin mendukung pemerintahan. Yang paling mutakhir tentu sokongan dari Prabowo Subianto, bekas rival Jokowi dalam pilpres lalu. Keduanya bertekad bersatu membangun Indonesia.

Meski disertai ungkapan Sejauh Jokowi menjalankan program prorakyat, kita mencatat dukungan politik itu bukan sekadar basabasi. Justru Jokowi-JK harus menjadikan ungkapan itu sebagai cemeti untuk terus berada di jalan yang benar, jalan yang menyejahterakan rakyat, bukan di jalan yang sesat, jalan yang menyengsarakan rakyat.

Jokowi-JK juga mesti memperlakukan ungkapan itu sebagai lonceng peringatan untuk terus membuka ruang komunikasi politik. Modal ekonomi berupa respons positif dari pasar menyongsong Jokowi-JK manakala mereka menghadirkan kabinet yang dianggap bakal mendorong menggeliatnya sektor ekonomi. Modal ini amat penting untuk memacu pertumbuhan dan pemerataan.

Amat mustahil negara ini sanggup menyejahterakan rakyatnya tanpa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan yang memadai. Sesungguhnya sempurna sudah modal pemerintahan baru ini. Namun, Jokowi dan JK mesti memahami bahwa di balik modal dan dukungan itu terselip harapan besar. Jokowi pantang membuat harapan akan kesejahteraan yang telanjur melambung itu harus terhuyung-huyung dan limbung, lalu tersudut-sudut di ruang hampa.

Tugas presiden dan wakil presiden ialah mendamaikan ekspektasi dan realisasi. Tantangan memang tidak ringan. Hanya melalui kemampuan mengelola semua modal itu, Jokowi-JK mampu mengayunkan langkah besar agar Indonesia sungguh-sungguh menjadi bangsa besar
Daftar Pustaka:
http://mediaindonesia.com/editorial/read/247/langkah-besar-menjadi-bangsa-besar/2014-10-20 
KEADILAN DALAM REALITAS KEHIDUPAN BERNEGARA

Realita bangsa Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Banyak polemik yang terjadi, seperti KKN, multikulturalisme yang memicu perang antarsuku-agama, sentralisasi pembangunan hanya di pulau Jawa dan kota besar sehingga kurang memerhatikan wilayah lain yang memicu pertikaian untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti kasus Timor-Timur, dan kericuhan pemilu tahun 2009 akibat tata pelaksanaan yang semrawut.
Negara Kesatuan Republik Indonesia dirancang oleh para founding fathers di antara-nya Soekarno dan Moehammad Hatta yang tergabung dalam suatu badan yang bernama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945.

UUD 1945, disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, dan Pancasila, pertama kali dikemukakan oleh Ir. Soekarno dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, merupakan konstitusi dan ideologi dasar Negara Indonesia: rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hal-hal yang sangat mendasar dirumuskan secara cermat baik dalam teks proklamasi kemerdekaan, Pancasila maupun dalam UUD 1945, terutama pembukaannya, yang berisi konsep, prinsip, dan nilai-nilai yang sangat mendasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep, prinsip, dan nilai tersebut menjadi dasar dalam menentukan kelembagaan Negara serta dalam menyusun peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pancasila, Kelima sila dibuat berdasarkan pada kesesuaian perilaku manusia Indonesia yang memiliki kemajemukan atau heterogenitas suku, pandangan hidup, nilai (value) seperti nilai religius, moral (etika), kebersamaan dan toleransi, kemanusiaan, pluralitas, keadilan intelektualitas, nasionalisme, dan kebangsaan. (Buku Mata Kuliah Pengembangan Terintegrasi) Ternyata dalam perjalanan sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan implementasi UUD’45 dan Pancasila, sebagai fungsi regulatif dan konstitusif.
1) Demokrasi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang merupakan agenda utama reformasi, ternyata telah dilakukan oleh para politikus dengan kurang mempertimbangkan kepentingan rakyat dan bangsa. Dalam praktiknya, mereka lebih mengacu pada sistem liberal daripada sistem sila ke-4.
2) Pemilihan umum yang diberi predikat sebagai indikator implementasi demokrasi sering berakhir kericuhan. Prinsip kebersamaan dalam sila ke-3 dan 2 yang harus ditegakkan tak diacuhkan dan diperhatikan.
3) Pada era reformasi, KKN lebih menggebu-gebu, jumlah pengangguran meningkat akibatnya kemiskinan akan meningkat pula. Ini bertentangan dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4) Tingkah laku yang tidak didasari oleh rasa kasih sayang dan humanis: Angkuh, merasa menang sendiri, kebencian, balas dendam, mencaci, menjelekkan, dan memfitnah dianggap sebagai perbuatan yang lazim dan hebat. Sikap hospitalitas berubah menjadi hostilitas.

Pancasila dan UUD'45 seharusnya dimengerti secara kontekstual bukan tekstual sehingga timbulnya perilaku menyimpang dapat diminimalisir dan dicegah. Penurunan pemahaman Pancasila menimbulkan kesalahan persepsi bahwa era reformasi adalah sebagai kebebasan: dapat melakukan apa saja menurut pemahaman individual bukan sebagai kebebasan yang bertanggung jawab mengakibatkan mulai tumbuhnya budaya anarkisme. Kebebasan bertanggung jawab ialah kebebasan yang masih berdasar pada nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945 dan Pancasila. Perilaku makin menyimpang ditambah dengan globalisasi memungkinkan terjadinya akulturasi budaya, menimbulkan ketidakserasian dan ketidaksepahaman antara individu dengan negaranya. Pemerintah seharusnya lebih menyosialisasikan pemahaman mengenai makna UUD'45, Pancasila, dan sistem pemerintahan yang sedang dianut, yaitu Demokrasi.

Daftar pustaka:
http://www.kompasiana.com/indrianicitralestari/pancasila-uud-1945-dan-realitas-bangsa-indonesia_551fee06813311666e9de5fc