A. PENGERTIAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
Desain Komunikasi Visual (DKV) adalah cabang ilmu desain yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan kreatif, teknik dan media dengan memanfaatkan elemen-elemen visual ataupun rupa untuk menyampaikan pesan untuk tujuan tertentu (tujuan informasi ataupun tujuan persuasi yaitu mempengaruhi perilaku).
Banyak hal-hal mendasar yang dipelajari di program studi DKV. Mengembangkan bentuk bahasa visual (bermain gambar), mengolah pesan (bermain kata) keduanya untuk tujuan sosial maupun komersial, dari individu atau kelompok yang ditujukan kepada kelompok lainnya. Visual berwujud kreatif dan inovatif, sementara inti pesan harus komunikatif, efisien dan efektif saling mendukung agar tersampaikan dengan baik pada sasaran.
B. SEJARAH DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
Pada zaman pra-sejarah manusia
telah mengenal dan telah mempraktekkan
komunikasi secara visual. Lukisan-lukisan yang ditemukan dalam gua sejarah
merupakan permulaan manusia menerapkan komunikasi visual kepada manusia
lainnya. Kemudian berkembang lebih maju lagi dengan bentuk komunikasi visual
lain seperti hieroglyphics, tulisan, prasasti,dan buku.
Pada tahun 1447, Johannes Guttenberg menciptakan teknologi mesin
cetak. Pada awalnya
teknik cetak ini membuat tulisan dan gambar pada satu
halaman atau papan kayu saja. Namun dalam perkembangannya mesin ini
digunakan pada satuan huruf saja, lalu disusun menjadi suatu kalimat. Penemuan
ini menjadi perkembangan yang mutakhir pada saat itu dan
menjadi titik balik kebangkitan Eropa.
Pada tahun 1797, Aloys Senefelder menciptakann teknik cetak baru yaitu
Lithografi. Teknik cetak ini memanfaatkan prinsip saling tolak air dan media
batu litho. Teknik ini memungkinkan untuk meggambar lebih luas dalam bentuk
blok-blok yang besar dan dimungkinkan dilakukannya pemisahan warna dalam
menggambar poster. Penemuan ini memulai masa kejayaan dari poster.
C. PERBEDAAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DAN SENI MURNI
Desain
Komunikasi Visual seperti yang sudah dijelaskan pada sub materi diatas memiliki
perbedaan dengan Seni Murni, dimaa Seni murni merupakan ekspresi jiwa yang
bersifat individual, subjektif, dan lebih ditujukan kepada kepuasan terhadap
karya, bukan terhadap fungsi.
Hal itu lah
yang membuat desain komunikasi visual berbeda dengan seni murni. Sebuah karya
seni lebih bersifat ekspresif dan tidak punya tujuan secara umum. Seni bersifat
individual dan berorientasi kepada ekspresi dan kepuasan dari pembuatnya
(seniman). Sedangkan desain grafis berorientasi kepada kegunaan atau fungsinya.
Desain grafis yang baik akan dilihat dari seberapa besar impact dari karya yang
dihasilkannya.
Sebagai
contoh, bandingkan sebuah lukisan dengan sebuah poster. Lukisan tidak mengajak
siapapun untuk melakukan apapun. Lukisan hanya menggambarkan sesuatu yang bisa
dinilai bebas dari berbagai sudut pandang. Namun berbeda dengan poster. Poster
ditujukan untuk menyampaikan suatu pesan kepada massa. Dan tingkat
keberhasilannya pun dilihat dari seberapa baik massa terpengaruh dengan poster
tersebut.
Dapat
ditarik kesimpulan bahwa desain komunikasi visual dan seni murni adalah suatu
hal yang berbeda. Desain komunikasi visual adalah seni yang digunakan untuk
berkomunikasi dengan orang banyak dalam bentuk tampilan visual. Sedang seni
murni adalah ekspresi jiwa yang bersifat individual, subjektif, dan lebih
ditujukan kepada kepuasan terhadap karya, bukan terhadap fungsi.
D. ELEMEN-ELEMEN
DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
Untuk dapat
berkomunikasi secara visual, seorang desainer menggunakan elemen-elemen untuk
menunjang desain tersebut. Elemen-elemen yang sering digunakan dalam desain
komunikasi visual antara lain adalah tipografi, simbolisme, ilustrasi dan
fotografi. Elemen-elemen ini bisa digunakan sendiri-sendiri, bisa juga
digabungkan. Tidak banyak desainer komunikasi visual yang sangat “fasih” di
setiap bidang ini, tetapi kebanyakan mempunyai kemampuan untuk bervisualisasi.
Seorang desainer komunikasi visual harus mengenal elemen-elemen ini. Jika ia
tidak dapat mengambil sebuah foto tentang kejadian tertentu, maka ia harus tahu
fotografer mana yang mampu, bagaimana mengemukakan keinginannya dan bagaimana
memilih hasil akhir yang baik untuk direproduksi. Ia juga harus dapat membeli
dan menggunakan ilustrasi secara efektif, dan seterusnya.
a. Desain dan
Tipografi
Tipografi
adalah seni menyusun huruf-huruf sehingga dapat dibaca tetapi masih mempunyai
nilai desain. Tipografi digunakan sebagai metode untuk menerjemahkan kata-kata
(lisan) ke dalam bentuk tulisan (visual). Fungsi bahasa visual ini adalah untuk
mengkomunikasikan ide, cerita dan informasi melalui segala bentuk media, mulai
dari label pakaian, tanda-tanda lalu lintas, poster, buku, surat kabar dan
majalah. Karena itu pekerjaan seorang tipografer (penata huruf) tidak dapat
lepas dari semua aspek kehidupan sehari-hari. Menurut Nicholas Thirkell,
seorang tipographer terkenal, pekerjaan dalam tipografi dapat dibagi dalam dua
bidang, tipografer dan desainer huruf (type designer). Seorang tipografer
berusaha untuk mengkomunikasikan ide dan emosi dengan menggunakan bentuk huruf
yang telah ada, contohnya penggunaan bentuk Script untuk mengesankan
keanggunan, keluwesan, feminitas, dan lain-lain. Karena itu seorang tipografer
harus mengerti bagaimana orang berpikir dan bereaksi terhadap suatu image yang
diungkapkan oleh huruf-huruf. Pekerjaan seorang tipografer memerlukan
sensitivitas dan kemampuan untuk memperhatikan detil. Sedangkan seorang
desainer huruf lebih memfokuskan untuk mendesain bentuk huruf yang baru.2 Saat
ini, banyak diantara kita yang telah terbiasa untuk melakukan visualisasi serta
membaca dan mengartikan suatu gambar atau image. Disinilah salah satu tugas
seorang tipografer untuk mengetahui dan memahami jenis huruf tertentu yang
dapat memperoleh reaksi dan emosi yang diharapkan dari pengamat yang dituju.
Dewasa ini, selain banyaknya digunakan ilustrasi dan fotografi, tipografi masih
dianggap sebagai elemen kunci dalam Desain Komunikasi Visual. Kurangnya perhatian
pada pengaruh dan pentingnya elemen tipografi dalam suatu desain akan
mengacaukan desain dan fungsi desain itu sendiri. Contohnya bila kita melihat
brosur sebuah tempat peristirahatan (resor), tentunya kita akan melihat banyak
foto yang menarik tentang tempat dan fasilitas dari tempat tersebut yang
membuat kita tertarik untuk mengunjungi tempat tersebut untuk bersantai. Tetapi
bila dalam brosur tersebut digunakan jenis huruf yang serius atau resmi
(contohnya jenis huruf Times), maka kesan santai, relax dan nyaman tidak akan
‘terbaca’ dalam brosur tersebut.
b. Desain dan
Simbolisme
Simbol telah
ada sejak adanya manusia, lebih dari 30.000 tahun yang lalu, saat manusia
prasejarah membuat tanda-tanda pada batu dan gambar-gambar pada dinding gua di
Altamira, Spanyol. Manusia pada jaman ini menggunakan simbol untuk mencatat apa
yang mereka lihat dan kejadian yang mereka alami sehari-hari. Dewasa ini
peranan simbol sangatlah penting dan keberadaannya sangat tak terbatas dalam
kehidupan kita sehari-hari. Kemanapun kita pergi, kita akan menjumpai
simbol-simbol yang mengkomunikasikan pesan tanpa penggunaan kata-kata.
Tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan, hotel, restoran, rumah sakit dan
bandar udara; semuanya menggunakan simbol yang komunikatif dengan orang banyak,
walaupun mereka tidak berbicara atau menggunakan bahasa yang sama. Simbol
sangat efektif digunakan sebagai sarana informasi untuk menjembatani perbedaan
bahasa yang digunakan, contohnya sebagai komponen dari signing systems sebuah
pusat perbelanjaan. Untuk menginformasikan letak toilet, telepon umum,
restoran, pintu masuk dan keluar, dan lain-lain digunakan simbol. Bentuk yang
lebih kompleks dari simbol adalah logo. Logo adalah identifikasi dari sebuah
perusahaan, karena itu suatu logo mempunyai banyak persyaratan dan harus dapat
mencerminkan perusahaan itu. Seorang desainer harus mengerti tentang perusahaan
itu, tujuan dan objektifnya, jenis perusahaan dan image yang hendak ditampilkan
dari perusahaan itu. Selain itu logo harus bersifat unik, mudah diingat dan
dimengerti oleh pengamat yang dituju.
c. Desain dan Ilustrasi
Ilustrasi
adalah suatu bidang dari seni yang berspesialisasi dalam penggunaan gambar yang
tidak dihasilkan dari kamera atau fotografi (nonphotographic image) untuk
visualisasi. Dengan kata lain, ilustrasi yang dimaksudkan di sini adalah gambar
yang dihasilkan secara manual. Pada akhir tahun 1970-an, ilustrasi menjadi tren
dalam Desain Komunikasi Visual. Banyak orang yang akhirnya menyadari bahwa
ilustrasi dapat juga menjadi elemen yang sangat kreatif dan fleksibel, dalam
arti ilustrasi dapat menjelaskan beberapa subjek yang tidak dapat dilakukan
dengan fotografi, contohnya untuk untuk menjelaskan informasi detil seperti
cara kerja fotosintesis.3 Seorang ilustrator seringkali mengalami kesulitan
dalam usahanya untuk mengkomunikasikan suatu pesan menggunakan ilustrasi,
tetapi jika ia berhasil, maka dampak yang ditimbulkan umumnya sangat besar.
Karena itu suatu ilustrasi harus dapat menimbulkan respon atau emosi yang
diharapkan dari pengamat yang dituju. Ilustrasi umumnya lebih membawa emosi dan
dapat bercerita banyak dibandingkan dengan fotografi, hal ini dikarenakan sifat
ilustrasi yang lebih hidup, sedangkan sifat fotografi hanya berusaha untuk
“merekam” momen sesaat. Saat ini ilustrasi lebih banyak digunakan dalam cerita
anak-anak, yang biasanya bersifat imajinatif. Contohnya ilustrasi yang harus
menggambarkan seekor anjing yang sedang berbicara atau anak burung yang sedang
menangis karena kehilangan induknya atau beberapa ekor kelinci yang sedang
bermain-main. Ilustrasi-ilustrasi yang ditampilkan harus dapat merangsang
imajinasi anak-anak yang melihat buku tersebut, karena umumnya mereka belum
dapat membaca.
d. Desain dan
Fotografi
Ada dua bidang
utama di mana seorang desainer banyak menggunakan elemen fotografi, yaitu
penerbitan (publishing) dan periklanan (advertising). Beberapa tugas dan
kemampuan yang diperlukan dalam kedua bidang ini hampir sama. Menurut Margaret
Donegan dari majalah GQ, dalam penerbitan (dalam hal ini majalah) lebih
diutamakan kemampuan untuk bercerita dengan baik dan kontak dengan pembaca;
sedangkan dalam periklanan (juga dalam majalah) lebih diutamakan kemampuan
untuk menjual produk yang diiklankan tersebut.4 Kriteria seorang fotografer
yang dibutuhkan oleh sebuah penerbitan juga berbeda dengan periklanan. Dalam
penerbitan, fotografer yang dibutuhkan adalah mereka yang benar-benar kreatif
dalam “bercerita”, karena foto-foto yang mereka ambil haruslah dapat
“bercerita” dan menunjang berita yang diterbitkan. Sedangkan dalam periklanan,
fotografer yang dibutuhkan adalah mereka yang kreatif dan jeli, serta mempunyai
keahlian untuk bervisualisasi. Contohnya, jika sebuah penerbit hendak
menerbitkan berita tentang perampokan, maka fotografer harus berusaha untuk mengambil
foto-foto yang dapat menunjang berita tersebut, misalnya suasana di sekitar
tempat kejadian, korban, saksi mata dan lain-lain. Jika sebuah perusahaan
periklanan hendak mempromosikan suatu parfum wanita yang berkesan anggun dan
lembut, maka fotografer harus dapat mengambil foto-foto yang menonjolkan
keanggunan dan kelembutan dari parfum tersebut, misalnya dengan latar belakang
kain sutra dengan warna-warna pastel yang berkesan lembut.